Jumat, 18 September 2009

Pintu-pintu Surga


Ibnu Abbas ra. berkata:
Surga mempunyai 8 pintu yang terbuat dari emas, yang dihiasi dengan jauhar (sejenis mutiara) dan pada pintu yang pertama tertulis kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH MUHAMMADUR RASUULULLAH, yaitu pintu bagi para Nabi dan Rasul, syuhada' dan juga pintunya orang-orang yang dermawan.

Pintu yang kedua yaitu pintu bagi orang-orang yang mendirikan shalat, orang yang menyempurnakan wudhunya dan orang yang menyempurnakan rukun-rukun shalatnya.

Pintu yang ketiga yaitu pintu bagi orang-orang yang memberikan zakatnya dengan senang hati dan ikhlas.

Pintu yang keempat yaitu pintu bagi orang-orang yang memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah terhadap perbuatan munkar.

Pintu yang kelima yaitu pintu bagi orang-orang yang dapat memelihara syahwatnya dan mencegah dari nafsu yang buruk.

Pintu yang keenam yaitu pintu bagi orang-orang yang melaksanakan haji dan umrah.

Pintu yang ketujuh yaitu pintu bagi orang-orang yang berjihad (dijalan Allah).

Dan pintu yang kedelapan yaitu pintu bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang yang memejamkan matanya dari perbuatan dan sesuatu yang haram, orang-orang yang melakukan kebaikan, diantaranya: berbuat baik kepada orang tua, mempererat tali persaudaraan(silaturrahim) dan lain sebagainya.

Surga ada 8 (delapan)macam:
1.
Darul Jalal yaitu surga yang terbuat dari mutiara putih.
2.
Darus Salam yaitu surga yang terbuat dari yaqut merah.
3.
Jannatul Ma'wa yaitu surga yang terbuat dari zabarjud hijau.
4.
Jannatul Khuldi yaitu surga yang terbuat dari marjan yang berwarna merah dan kuning.
5.
Jannatun Na'im yaitu surga yang terbuat dari perak putih.
6.
Jannatul Firdaus yaitu surga yang terbuat dari emas merah.
7.
Jannatul 'Adn yaitu surga yang terbuat dari intan putih.
8.
Darul Qarar yaitu surga yang terbuat dari emas merah.

Darul Qarar adalah surga yang paling utama dibandingkan dengan surga yang lain. Surga ini mempunyai dua pintu dan dua daun pintu, satu daun pintu terbuat dari emas, dan yang satunya terbuat dari perak. Jarak setiap pintu adalah sebagaimana jarak antara bumi dan langit. Adapun bangunan yang ada didalamnya terbuat dari bata emas dan bata perak, tanahnya dari misik, debunya dari anbar, rumputnya dari za'faran, istana-istananya terbuat dari mutiara, punggungnya dari yaqut dan pintunya dari jauhar.

Didalam surga ini terdapat sungai yang namanya sungai
Rahmat yaitu sungai yang mengalir keseluruh surga, kerikil-kerikilnya dari mutiara yang sangat putih, lebih putih dari embun dan lebih manis dari madu.

Didalam surga terdapat sungai yang bernama
Kautsar yaitu sungai Nabi kita Muhammad Saw. pohon-poinnya terbuat dari intan dan yaqut. Didalam surga juga terdapat sungai Kafur sungai Tasnim sungai Salsabil sungai Rahiqul Makhtum dan dibelakang sungai-sungai ini terdapat sungai-sungai lain yang tidak terhitung jumlahnya.

Diriwayat Nabi Saw. beliau bersabda: "Pada malam aku dijalankan (isra') ke langit, telah diperlihatkan kepadaku seluruh surga, maka aku melihat empat sungai, yang pertama sungai dari air yang tidak berubah warnanya, kedua sungai dari susu yang tidak pernah berubah rasanya, dan ketiga sungai dari arak dan yang keempat sungai dari madu yang sangat bening. Sebagaimana firman Allah Swt.:

"Yang didalamnya terdapat sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamer yang lezat rasanya bagi orang yang meminumnya dan sungai-sungai dari madu yang bersih dan jernih." (Qs. muhammad: 15).

Maka aku tanyakan keada Malaikat Jibril as.: "Darimanakah datangnya sungai-sungai ini dan kemana mengalirnya?" Maka Malaikat Jibril as. menjawab: "Sungai itu mengalir ke telaga kautsar dan aku tidak tau dari mana asalnya, maka tanyakanlah kepada Allah agar Dia memberi tau dan memperlihatkan kepadamu." Maka berdoalah Nabi Muhammad kepada Allah Swt. Kemudian datanglah seorang malaikat kepada beliau dan memberi salam, seraya berkata:"Wahai Muhammad, pejamkanlah kedua matamu" Maka aku pejamkan mataku, lalu ia berkata:"Bukalah kedua matamu" maka aku buka kedua mataku, tiba-tiba aku berada dibawah pohon dan aku melihat kubah dari intan putih yang memiliki pintu-pintu dari yaqut hijau dan kunci-kuncinya dari emas merah. Andaikata semua makhluk yang ada didunia baik jin atau manusia berhenti diatas kubah itu, sungguh mereka hanya seperti burung yang hinggap diatas gunung. Maka aku melihat empat sungai itu mengalir dari kubah itu. Ketika aku ingin kembali malaikat tadi berkata kepadaku: "Kenapa engkau tidak masuk kedalam kubah itu?" aku menjawab:"Bagaimana aku bisa memasukinya, sedangkan pintu-pintunya tertutup." Dia berkata:"Bukalah dia" Aku bertanya:"Bagaimana aku harus membukanya?" Lalu dia berkata:"Kuncinya berada ditanganmu" Aku berkata:"Apa kuncinya?" Dia menjawab:"Yaitu lafazh
BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIM" maka terbukalah pintu itu lalu aku masuk kedalamnya. Maka aku melihat sungai-sungai itu mengalir dari empat tiang kubah. Ketika aku hendak keluar, maka malaikat itu berkata kepadaku:"Apakah engkau telah melihat dan mengetahuinya?" Aku menjawab:"Ya" Malaikat itu berkata kepadaku: "Lihatlah sekali lagi." Ketika aku melihatnya, maka tertulis diatas empat kubah tersebut lafazh BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIM Aku melihat sungai air itu keluar dari huruf Mim-nya lafazhBISMI, sungai susu keluar dari huruf Ha'-nya lafazh Allah, sungai arak (khamer) keluar dari Mim-nya lafazh RAHMAN, dan sungai madu keluar dari Mim-nya lafazh RAHIM. Maka aku baru mengerti bahwa asalnya sungai-sungai tersebut adalah dari lafazh Basmalah. Kemudian Allah Swt. berfirman: "Wahai Muhammad, barang siapa yang mengingat-Ku dengan nama ini dari golongan umatmu dengan hati tulus (ikhlas) lafazh BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIIM maka aku beri dia minum dari empat sungai ini."

Kemudian Allah memberi minum kepada ahli-ahli surga itu dengan air surga pada hari sabtu, memberi minum dengan madu surga pada hari ahad, memberi minum dengan susu surga pada hari senin, dan memberi minum dengan arak pada hari selasa. Disaat mereka minum, mabuklah mereka lalu terbanglah ahli surga itu selama seribu tahun hingga mereka berhenti pada suatu gunung yang besar yang terbuat dari kasturi yang harum semerbak baunya dan sungai
Salsabilmengalir dibawahnya. Maka minumlah mereka pada sungai itu tepat pada hari rabu.

Kemudian terbanglah mereka selama seribu tahun hingga berhenti pada suatu istana yang indah, didalamnya terdapat ranjang-ranjang yang tinggi, dan beberapa gelas yang sudah disediakan sebagaimana yang sudah diterangkan dalam Al-Quran. Maka duduklah setiap orang dari mereka diatas ranjang, lalu datanglah pada mereka minuman
Zanzabil kemudian mereka meminumnya tepat pada hari kamis.

Setelah itu mereka dihujani oleh awan yang putih selama seribu tahun, sehingga mereka sampai ketempat duduknya orang yang benar, pada hari itu tepat pada hari jumat, mereka duduk diatas hidangan yang kekal abadi dan turunlah pada mereka minuman
Rahiqul Makhtum, yang ditutupi dengan misik. Kemudian mereka membuka tutup tersebut dan mereka meminumnya.

Nabi Saw. bersabda:
"Mereka itulah orang-orang yang melakukan kebaikan dan menjauhi perbuatan maksiat"

FASAL: Pepohonan Di Surga

Ka'ab ra.: Aku bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang pohon-pohonan di surga. Maka beliau menjawab:
"Tidak pernah kering dahan-dahannya dan daun-daunnya tidak pernah berguguran dan tidak rusak buahnya. Sesungguhnya pohon yang paling besar di surga adalah pohon Thuba, yang akarnya terbuat dari intan, batangnya dari yaqut, dahannya dari zabarjud dan daun-daunnya dari sutra yang halus. Pohon ini memiliki 70.000 cabang, setiap cabang itu menyentuh Arasy dan lebih rendah-rendahnya cabang itu berada di langit dunia."

Tidak ada didalam surga sebuah kamar, tidak ada sebuah kubah dan tidak ada bilik kecuali didalamnya terdapat cabang pohon itu, yang bisa mengayomi diatas surga. Pada pohon itu mengeluarkan buah-buahan menurut apa yang dikehendaki oleh hati. Bandingan dari pohon itu di dunia adalah matahari, asalnya matahari berada di langit tetapi sinarnya sampai kesegala tempat.

Ali ra. berkata: "Aku menyatakan dari beberapa hadits, sesungguhnya pohon-pohon di surga itu berasal dari perak, sedangkan daun-daunnya sebagian dari perak dan sebagian (yang lain) dari emas. Kalau sekiranya batang pohon itu dari perak, maka akar-akarnya dari emas. Pohon-pohon didunia akarnya di bumi dan cabang-cabangnya berada di udara, karena sesungguhnya dunia itu tempat yang fana (rusak). Akan tetapi pohon-pohonan yang terdapat di surga tidaklah demikian halnya, akarnya di udara dan cabang-cabangnya di bumi. Sebagaimana firman Allah Swt.:

"Buah-buahnya dekat. Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu." (Qs. Al-Haqqah: 23-24).

Dan debu-debu di surga itu dari misik, anbar dan kafur, dan sungai-sungainya terdiri dari susu, madu, arak dan air yang sangat jernih. Apabila angin bertiup menerpa dedaunan, maka bersentuhlah antara daun yang satu dengan daun yang lainnya hingga menimbulkan suara yang sangat indah (merdu), dan suara seindah itu belum pernah didengar.

Dengan sanad dari Ali ra. Sesungguhnya ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda:
"Sesungguhnya didalam surga terdapat suatu pohon , yang dibagian atasnya keluar perhiasan dan pada bagian bawahnya keluar kuda yang memiliki sayap yang diberi pelana, yang dikendalikan, yang ditaburi dengan intan dan yaqut. Kuda tersebut tidak pernah mengeluarkan kotoran dan tidak pernah buang air kecil. Adapun yang menaiki kuda itu adalah para wali Allah Swt. dan kuda ini akan membawa terbang para wali Allah tersebut ke surga. Lalu berkatalah orang-orang yang berada dibawah mereka:"Wahai Tuhanku, lantaran apa hamba-hamba-Mu itu mencapai kemulian semcam itu?" Maka Allah Swt. berfirman kepada mereka: "Mereka itulah orang-orang yang mengerjakan shalat ketika kalian semua masih tidur, mereka melakukan puasa sedangkan kalian tidak, mereka berjihad membela agama Allah sedangkan kalian semua duduk disisi istri kalian, dan mereka bersedekah dengan harta mereka dijalan Allah, sedangkan kalian semua bakhil (kikir).""

Dari Abu Hurairah ra. beliau berkata: Sesungguhnya didalam surga itu terdapat sebuah pohon, orang yang menaiki bisa berjalan dibawah naungannya selama 100 tahun dan naungan itu tidak akan putus. Sebagaimana firman Allah Swt.:

"Dan naungan yang terbentang luas, dan air yang tercurah, dan buah-buahan yang banyak. Yang buah-buahnya tidak berhenti dan tidak terlarang mengambilnya." (Qs. Al-Waqi'ah: 30-33).

Diibaratkan waktu didunia adalah waktu sebelum matahari terbit dan sudah terbenamnya matahari, sampai hilangnya mega dan gelap malam yang menutupi di dunia. Maka sesungguhnya waktu itu adalah naungan yang terbentang luas. Sebagaimana firman Allah Swt.:

"Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan bayang-bayang." (Qs. Al-Furqan: 45).

Maksudnya adalah waktu sebelum terbitnya matahari dan sesudah terbenamnya, sampai masuk pada kegelapan malam.

Diriwayatkan dari Nabi Saw. sesungguhnya beliau bersabda:
"Apakah aku tidak pernah menceritakan kepadamu tentang waktu(saat), yaitu waktu yang serupa dengan waktu yang ada di surga. Dia adalah waktu dimana sebelum matahari terbit, bayang-bayangnya itu memanjang, rahmatnya saat itu merata dan berkahnya saat itu banyak." []

¤¤¤¤¤¤

Daqoiqul Akbar Fii Dzikril Jannati Wan-Nar

Karya: Imam Abdirrahim bin Ahmad Al-Qadhiy

Alih Bahasa: Turoichan Al-Qudsiy

- 28 Oktober 2008

Sumber :
18 September 2009

Sumber Gambar:

Surga dan Neraka

1. Surga dikelilingi oleh hal-hal yg tidak disukai dan neraka dikelilingi oleh syahwat. {HR.Bukhari}

2. Aku menjenguk ke surga aku dapati kebanyakan penghuninya orang-orang fakir-miskin dan aku menjenguk ke neraka aku dapati kebanyakan penghuninya kaum wanita.


3. Tiada sesuatu yg disesali oleh penghuni surga kecuali satu jam yg mereka lewatkan tanpa mereka gunakan utk berzikir kepada Allah Azza wajalla.


4. Aku {Rasulullah Saw} bertemu Ibrahim ketika Isra’. Dia berkata Ya Muhammad sampaikan salamku kepada umatmu dan beritahukan mereka: Sesungguhnya surga itu baik lahannya tawar airnya lembah-lembahnya datar dan tanamannya: ‘Subhanallah walhamdulillah walailaha illallah wallahu akbar’. (hadits ini tidak dituliskan siapa yg meriwayatkannya krn itu saya sertakan teks arabnya)

5. Tidak ada di surga sesuatu yg sama seperti yg ada di dunia kecuali nama-nama orang.


6. Rasulullah Saw bersabda bahwa Allah Swt berfirman: Aku menyiapkan utk hamba-hamba-Ku yg shaleh apa-apa yg belum pernah dilihat oleh mata didengar oleh telinga dan belum pernah terlintas dalam benak manusia. Oleh krn itu bacalah kalau kamu suka ayat: ‘Seorang pun tidak mengetahui apa yg disembunyikan utk mereka yaitu yg menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yg telah mereka kerjakan.’ .


7. Penghuni neraka ialah orang yg buruk perilaku dan akhlaknya dan orang yg berjalan dgn sombong sombong terhadap orang lain menumpuk harta kekayaan dan bersifat kikir. Adapun penghuni surga ialah rakyat yg lemah yg selalu dikalahkan.


8. Azab yg paling ringan di neraka pada hari kiamat ialah dua butir bara api di kedua telapak kakinya yg dapat merebus otak.


9. Api anak Adam yg biasa dipakai utk memasak adl bagian dari tujuh puluh bagian api neraka.

10. Masuk surga orang yg mati syahid anak yg belum dewasa dan anak perempuan kecil yg dikubur hidup-hidup masuk surga juga.


Sumber:

1100 Hadits Terpilih - Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press,

Sumber : file chm hadistweb, dalam :

http://blog.re.or.id/surga-dan-neraka.htm

18 September 2009

Puasa, Surga, dan Pengorbanan

Thalhah bin Ubaidillah adalah salah satu dari sepuluh Sahabat yang dijamin masuk surga. Kaum muslimin menggelarinya dengan ‘Asy-Syahidul Hayy’ (Syahid yang hidup), dan Rasulullah menjulukinya dengan ‘Thalhah Al-Khair’ (Thalhah yang baik), atau ‘Thalhah Al-Jaud’ (Thalhah yang pemurah), dan ‘Thalhah Al-Fayyadh’(Thalhah yang dermawan).

Setiap nama julukan itu mempunyai latar belakang kisah sendiri-sendiri. Adapun nama julukan ‘Asy-Syahid Hayy’ (Syahid yang hidup), diperolehnya dalam perang Uhud. Ketika barisan kaum muslimin terpecah belah dan kocar-kacir dari samping Rasulullah, perajurit muslim yang tinggal di dekat beliau hanya sebelas orang Anshar dan Thalhah bin Ubaidillah dari kaum Muhajirin. Rasulullah dan orang-orang yang mengawal beliau naik ke sebuah bukit, tetapi beliau dihadang oleh ratusan kaum musyrikin yang hendak membunuhnya.

Maka bersabda Rasulullah, “Siapa yang berani melawan mereka, maka dia menjadi temanku kelak di surga.”

”Saya, ya Rasulullah!” kata Thalhah.

”Tidak! Jangan engkau! Engkau harus tetap di tempatmu!” Rasulullah memerintahkan.

”Saya, ya Rasulullah!” kata seorang sahabat Anshar.

”Ya! Engkau!” kata Rasulullah.

Prajurit Anshar itu maju melawan prajurit musyrikin, sehingga prajurit Anshar gugur karena membela nabinya. Rasulullah terus naik, tetapi dihadang pula oleh tentara musyrikin. Kata Rasulullah, “Siapa yang berani melawan mereka ini?”

”Saya, ya Rasulullah!” kata Thalhah mendahului yang lain-lain.

”Tidak! Jangan engkau! Engkau tetap di tempatmu!” kata Rasulullah memerintah.

”Saya, ya Rasulullah!” kata seorang prajurit Anshar.

”Ya! Engkau! Maju!” kata Rasulullah.

Prajurit Anshar itu maju melawan tentara musyrikin, sehingga dia gugur pula. Demikianlah seterusnya, setiap Rasulullah meminta pahlawannya untuk melawan tentara musyrikin, Thalhah selalu mengajukan diri, tetapi senantiasa ditahan oleh Rasulullah dan diperintahkannya tetap di tempat, dan memberi peluang prajurit Anshar, sehingga sebelas orang prajurit Anshar gugur semuanya menemui syahid. Maka tinggallah Thalhah seorang.

Kata Rasulullah kepada Thalhah, “Sekarang engkau, hai Thalhah!”

Dalam perang itu, Rasulullah mengalami patah taring, kening dan bibirnya luka, sehingga darah mengucur di muka beliau, dan beliau kepayahan. Karena itu Thalhah menerkam musuhnya dan menghalau mereka sekuat tenaga, supaya mereka tidak dapat menghampiri Rasulullah. Kemudian Thalhah kembali ke dekat Rasulullah, lalu dinaikkannya beliau sedikit ke bukit, dan disandarkannya ke tebing. Sesudah itu kembali menyerang musuh, sehingga dia berhasil menyingkirkan mereka dari Rasulullah.

Abu Bakar dan Abu Ubaidillah bin Jarah ketika itu sedang berada agak jauh dari Rasulullah. Ketika mereka tiba untuk membantu Rasulullah SAW, beliau berkata, “Tinggalkan aku! Bantulah Thalhah, kawan kalian!” Mereka menjumpai Thalhah penuh dengan lumuran darah yang mengalir dari seluruh tubuhnya. Di tubuhnya terdapat tujuh puluh sembilan luka bekas tebasan pedang, atau tusukan lembing, dan lemparan panah. Pergelangan tangannya putus sebelah, dan dia terbaring di tanah dalam keadaan pingsan.

Rasulullah bersabda sesudah itu mengenai Thalhah, “Siapa yang ingin melihat orang berjalan di muka bumi sesudah mengalami kematiannya, maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah!” Demikian pula bila orang membicarakan perang Uhud di hadapan Abu Bakar Shiddiq, maka Abu Bakar berkata, “Perang hari itu adalah peperangan Thalhah keseluruhannya.”

Begitulah kisahnya, sehingga Thalhah dijuluki ‘Asy-Syahidul Hayy’ (Syahid yang hidup). Adapun sebabnya bergelar ‘Thalhah Al-Khair’ atau ‘Thalhah Al-Jaud’, salah satu latar belakang kisahnya adalah sebagai berikut :

Thalhah adalah pedagang besar. Pada suatu sore hari, dia mendapat untung dari Hadhramaut kira-kira 700.000 dirham. Malamnya dia ketakutan, gelisah, dan risau. Maka ditanya oleh istrerinya Ummu Kaltsum binti Abu Bakar Shiddiq, “Mengapa Anda gelisah, hai Abu Muhammad, Apa kesalahan kami sehingga Anda gelisah?”

Jawab Thalhah, “Tidak! Engkau adalah isteri yang baik dan setia! Tetapi ada yang terfikir olehku sejak semalam, seperti biasanya pikiran seseorang tertuju kepada Tuhannya bila dia tidur, sedangkan harta ini bertumpuk di rumahnya.”

Jawab isterinya, Ummu Kalthum, “Mengapa Anda begitu risau memikirkannya. Bukankah kaum Anda banyak yang membutuhkan pertolongan Anda. Besok pagi, bagi-bagikan uang itu kepada mereka.”

Kata Thalhah, “Rahimakillah (Semoga Allah melimpahkan rahmatNya kepadamu!). Engkau wanita beroleh taufiq, anak orang yang selalu diberi taufiq oleh Allah.” Pagi-pagi, dimasukkannya uang itu ke dalam pundi-pundi besar dan kecil, lalu dibagi-bagikannya kepada fakir miskin kaum Muhajirin dan kaum Anshar.

Dikisahkan pula, seorang laki-laki pernah datang kepada Thalhah bin Ubaidillah meminta bantuannya. Hati Thalhah tergugah oleh rasa kasihan terhadap orang itu. Lalu katanya, “Aku mempunyai sebidang tanah pemberian Uthman bin 'Affan kepadaku, seharga 300.000 dirham. Jika engkau suka, ambillah tanah itu, atau aku beli kepadamu 300.000 dirham.”

Kata orang itu, “Biarlah aku terima uangnya saja.” Lalu Thalhah memberikan kepadanya uang sejumlah tiga ratus ribu.

***

Kisah Thalhah memberikan banyak pelajaran dan hikmah, utamanya berkait dengan rahasia sebab-sebab beliau termasuk seorang sahabat yang dijamin dengan surga. Agaknya, beliau pantas mendapatkan surga karena beliau telah membelinya dengan harga yang tidak murah. Lihatlah pengorbanan beliau ketika berusaha menyelamatkan Rasulullah SAW dalam perang Uhud itu. Sungguh merupakan suatu pengorbanan jiwa yang luar biasa. Luka bekas tebasan pedang, tusukan lembing, dan lemparan panah sebanyak 79 titik itu dan putusnya pergelangan tangan sebelah adalah saksi penyerahan jiwa beliau secara total untuk membela Rasulullah SAW dan meraih keridhaanNya.

Demikian halnya dengan pengorbanan harta yang beliau persembahkan. 700.000 dirham (Rp. 24,5 Milyar, dengan asumsi 1 dirham = Rp. 35.000) adalah bukan jumlah yang sedikit. Beliau pun dengan ringan menyumbang secara spontan sebesar 300.000 dirham (Rp. 10,5 Milyar) ketika ia tergugah membantu orang yang datang kepadanya. Saya tidak bisa membayangkan sumbangan sebesar apa yang beliau persembahkan untuk perjuangan Rasulullah SAW yang dicintainya.

Di hadapan kita, kini terbentang suatu bulan mulia bernama Ramadhan. Setiap orang beriman mendambakan keridhaan dan surgaNya sebagaimana bunyi do'a yang sering terlantunkan, “Allahumma inna nas-aluka ridhaka wal jannah wa na’udzubika min sakhatika wan naar." Boleh jadi, yang patut menjadi renungan kita adalah adakah pantas kita mengharapkan surga, sementara pengorbanan kita di dalam bulan Ramadhan begitu minim dan teramat sedikit. Di bulan Ramadhan kita banyak tidur dan bermalas-malasan atau justru larut dalam kesibukan dunia yang melalaikan. Kita kedodoran mengkhatamkan 30 juz Al-Qur'an. Kita hadir di masjid hanya di hari-hari awal dan akhir dari Ramadhan saja. Kita melewatkan keberkahan waktu sahur dengan tayangan TV dibanding memperbanyak qiyam dan berdo'a. Dan kita lebih suka menerima daripada memberi, termasuk memberi makanan kepada orang-orang yang berpuasa. Sungguh andai keimanan kita dibanding dengan Sahabat Thalhah, jauh dan teramat jauh.

Semoga kisah Thalhah bisa melejitkan potensi diri untuk berkorban secara maksimal di bulan Ramadhan. Ramadhan tidak memiliki nilai apa pun dan tidak akan berdampak apa pun andai setiap diri tidak mau berkorban menghidupkan detik-detik harinya.

Semoga kita termasuk orang yang bersungguh-sungguh di bulan Ramadhan ini, sehingga kita benar-benar meraih taqwa dan ampunanNya. Amin ya Rabbal ’alamin.

Wallahu a'lam bishshawab.

- 1 September 2009


Sumber :

Muhammad Rizqon

http://kotasantri.com/pelangi/cermin/2009/09/01/puasa-surga-dan-pengorbanan

18 September 2009

Dan Suami Masuk Surga “Bersama-sama” Istri

Telah begitu banyak buku tentang pernikahan ditulis dan dibukukan. Sebut saja: Indahnya Pernikahan Dini, Kupinang Engkau dengan Hamdalah, Agar Cinta Bersemi Indah, Disebabkan Oleh Cinta Kupercayakan Rumahku Padamu, Memasuki Pernikahan Agung, Mencapai Pernikahan Barakah, Saatnya Untuk Menikah. Itu semua karya Fauzil Adhim saja. Belum karya penulis-penulis lain, seperti: 150 Masalah Nikah dan Keluarga (KH. Miftah Faridl), 40 Cara Mencapai Keluarga Bahagia (Muhammad Al-Munajjid), Istri Salehah (Prof. Mutawalli Asy-sya’rawi), Sekuntum Cinta untuk Istriku (Komaruddin Ibnu Hikam), Sulitnya Berumah Tangga (Muhammad Utsman Khasyt), Apa Bahayanya Menikah dengan Wanita Non Muslim (Abdul Mutho’al al-Jabry), Menjadi Kepala Rumah Tangga yang Sukses (Dr. Hussein Syahatah), Seorang Ibu Sebuah Dunia Berjuta Cinta (Amatullah Shafiyyah), Bisikan Malam Pengantin (Abdul Ghalib Isa),Istri Rasulullah Contoh dan Teladan (Amru Yusuf), Keluarga Muslim dan Tantangannya (Hussein Muhammad Yusuf), Nabi, Suami Teladan (Nasy’at al-Masri),Jika Suami Istri Berselisih: Bagaimana Mengatasinya (Dr. Shaleh Ghanim), Memilih Jodoh & Tata Cara Meminang dalam Islam (Hussein M. Yusuf), Kisah-Kisah Teladan untuk Keluarga (Dr. Mulyanto). Dan masih banyak lagi, termasuk yang berbahasa gaul dan remaja.

Namun demikian, kenyataan tersebut tidak menyurutkan para penulis melahirkan karya tentang pernikahan. Seorang diantaranya adalah Ahmad Syarifuddin yang telah dikenal sebagai penulis banyak buku religi seperti: Mendidik Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai Al-Quran (best seller), Menuju Puasa Sehat Fisik Psikis, Bershalawat Niscaya Selamat, Rahasia Tangan Kanan, dan lainnya. Santri Ma’had Nurul Haramain Malang yang sekarang tinggal di Solo ini kini menulis: Pengantin Dunia Akhirat (PDA).

Tidak seperti buku-buku tentang pernikahan yang lain, Ust. Ahmad saya lihat fokus pada upaya beliau menekankan penjelasan bukunya pada tafsir atas QS. Az-Zukhruf: 70-71, bahwa para suami akan masuk surga bersama-sama dengan istri (istri)-nya yang kini menjadi pasangan pengantin di dunia.

Allah berfirman:

“Dan masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan istri-istri kamu, kamu akan mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan tiada tara.”

Ayat ini memberikan gambaran bahwa jelas-jelas ada pasangan suami istri di dunia ini yang kelak akan bersama-sama kembali di dalam surga. Jadi, pertautan hati dan kebersamaan suami istri itu tidak saja berlangsung semasa di dunia, melainkan hingga ke akhirat yang kekal abadi (hal 12). Dimana kebersamaan ini tidak bisa dikalahkan dengan kebersamaan dengan bidadari sebagaimana telah dijanjikan. Inilah “kebahagiaan tiada tara” itu.

Karena itu, perpisahan suami istri di akhirat kelak (suami di surga, istri di neraka atau sebaliknya) digambarkan Al-Qur’an sebagai kerugian yang nyata (khusranul mubin). Mereka saling berpisah dan tidak pernah bertemu lagi selamanya (hal 16) sebagaimana pendapat Ibnu Katsir atas ayat QS. Az-Zumar: 15.

Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri sendiri dan keluarganya pada Hari Kiamat.” Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.

Keinginan berumah tangga secara kekal jelas diungkapkan oleh para sahabat. Abu Bakar ra. misalnya berpesan kepada Asma’, putrinya, yang menjadi istri dari sahabat Zubair bin Awwam. “Wahai puteriku, bersabarlah (atas perangai kasar suamimu), karena jika seorang wanita memiliki suami yang shaleh, kemudian suaminya mati dan dia tidak menikah setelah itu, maka Allah akan menyatukan keduanya di surga.”

Demikian juga sahabat Abu Darda’, Umar bin Khattab, Salma binti Jabir, Ummu Salamah, Hudzaifah, Imran bin Haththan, dan sebagainya. Tetapi tentunya keinginan atau harapan untuk berkumpul kembali di surga itu dibarengi dengan mujahadah dan perjuangan keras untuk mencapainya.

Bagaimana rumah tangga di dunia bisa lestari hingga ke akhirat? Bagaimana agar pasangan pengantin dunia langgeng hingga ke akhirat? Hal inilah yang mendorong Ust. Ahmad menulis bukunya yang kesekian ini.

***

Dimulai dengan membahas tradisi pernikahan yang dikaitkan antara orientasi dunia dan akhirat, buku PDA dalam bab ini boleh dibilang masih sama dengan buku-buku pernikahan lainnya. Bab kedualah yang kemudian menjadi inti dari buku ini, dengan judul yang sama dengan judul bukunya. Puncak bab kedua adalah subbab mengenai “Menggapai Kebersamaan Kembali di Surga” sebagai penjelasan dari fokus di atas. Karena sudah dipersatukan kembali, maka tidak ada lagi klasifikasi antara suami dan istri, tidak ada jarak, tidak ada perbedaan derajat (level) surga diantara keduanya. Bersama-sama dalam arti yang utuh. Satu kelas. Satu level. Satu derajat. Mungkin istilah orang Jawa “swarga nunut” menemukan maknanya di sini.

Bahkan kebersamaan itu tidak hanya suami istri, tetapi juga anak keturunannya. Said bin Jubair meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. bahwa jika seorang masuk surga, ia akan menanyakan tentang orang tuanya dan anak keturunannya. Ketika disampaikan bahwa mereka tidak pada derajat yang sama dengannya, maka orang tersebut meminta dipersatukan. Allah kemudian memerintahkan untuk menyertakan mereka dengan orang itu. (HR. Thabarani) (hal 211).

Buku ini ditutup dengan berbagai kisah pengantin dunia akhirat sepanjang zaman yang patut dicontoh, yang ini kelihatannya menjadi ciri khas Ust. Ahmad dalam berbagai bukunya.

Nah, bagi Anda yang ingin menjadi pengantin dunia akhirat, pas kiranya jika membaca buku ini. Semoga kita bisa mengambil ibrah darinya.

- 29 September 2008


Sumber :

Bahtiar HS

Resensi Buku

Judul Buku: Pengantin Dunia Akhirat
Penulis: Ahmad Syarifuddin
Penerbit: Tiga Satu Tiga, Sukoharjo
Terbit: Sya’ban 1429 H / Agustus 2008

http://bahtiarhs.net/2008/09/dan-suami-masuk-surga-bersama-sama-istri/

18 September 2009

Dia Mencium Bau Surga

Di dalam sebuah hadits yang bersumber dari Abu Hurairah rhodiyallaahu ‘anhu, Rasululllah shollallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “ Ada tujuh golongan orang yang mendapat naungan Allah pada hari tiada naungan selain dari naunganNya… diantaranya, seorang pemuda yang tumbuh dalam melakukan ketaatan kepada Allah.”

Dan di dalam sebuah hadits shohih yang berasal dari Anas bin an-Nadhr rhodiyallaahu ‘anhu, ketika perang Uhud ia berkata,”Wah …. angin surga, sunguh aku telah mencium wangi surga yang berasal dari balik gunung Uhud.”

Seorang Doktor bercerita kepadaku, “ Pihak rumah sakit menghubungiku dan memberitahukan bahwa ada seorang pasien dalam keadaaan kritis sedang dirawat. Ketika aku sampai, ternyata pasien tersebut adalah seorang pemuda yang sudah meninggal – semoga Allah merahmatinya -. Lantas bagaimana detail kisah wafatnya. Setiap hari puluhan bahkan ribuan orang meninggal. Namun bagaimana keadaan mereka ketika wafat? Dan bagaimana pula dengan akhir hidupnya?

Pemuda ini terkena peluru nyasar, dengan segera kedua orang tuanya –semoga Allah membalas segala kebaikan mereka- melarikannya ke rumah sakit militer di Riyadh.

Di tengah perjalanan, pemuda itu menoleh kepada ibu bapaknya dan sempat berbicara. Tetapi apa yang ia katakan? Apakah ia menjerit dan mengerang sakit? Atau menyuruh agar segera sampai ke rumah sakit? Ataukah ia marah dan jengkel ? Atau apa?

Orang tuanya mengisahkan bahwa anaknya tersebut mengatakan kepada mereka,

‘Jangan khawatir! Saya akan meninggal … tenanglah … sesungguhnya aku mencium wangi surga.!’ Tidak hanya sampai di sini saja, bahkan ia mengulang-ulang kalimat tersebut di hadapan para dokter yang sedang merawat. Meskipun mereka berusaha berulang-ulang untuk menyelamatkannya, ia berkata kepada mereka, ‘Wahai saudara-saudara, aku akan mati, maka janganlah kalian menyusahkan diri sendiri… karena sekarang aku mencium wangi surga.’

Kemudian ia meminta kedua orang tuanya agar mendekat lalu mencium keduanya dan meminta maaf atas segala kesalahannya. Kemudian ia mengucapkan salam kepada saudara-saudaranya dan mengucapkan dua kalimat syahadat, ‘Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah’ Ruhnya melayang kepada Sang Pencipta subhanahu wa ta’ala.

Allahu Akbar … apa yang harus aku katakan dan apa yang harus aku komentari…Semua kalimat tidak mampu terucap … dan pena telah kering di tangan… Aku tidak kuasa kecuali hanya mengulang dan mengingat Firman Allah subhanahu wa ta’ala, “ Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan akhirat.” (Ibrahim : 27)

Tidak ada yang perlu dikomentari lagi.

Ia melanjutkan kisahnya,

“Mereka membawa jenazah pemuda tersebut untuk dimandikan. Maka ia dimandikan oleh saudara Dhiya’ di tempat pemandian mayat yang ada di rumah sakit tersebut. Petugas itu melihat beberapa keanehan yang terakhir. Sebagaimana yang telah ia ceritakan sesudah shalat Magrib pada hari yang sama.

  1. Ia melihat dahinya berkeringat. Dalam sebuah hadits shahih Rasulullaah Shallallaahu ‘alahi wasallam bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin meninggal dengan dahi berkeringat”. Ini merupakan tanda-tanda khusnul khatimah.
  2. Ia katakan tangan jenazahnya lunak demikian juga pada persendiannya seakan-akan dia belum mati. Masih mempunyai panas badan yang belum pernah ia jumpai sebelumnya semenjak ia bertugas memandikan mayat. Pada tubuh orang yang sudah meninggal itu (biasanya-red) dingin, kering dan kaku.
  3. Telapak tangan kanannya seperti seorang yang membaca tasyahud yang mengacungkan jari telunjuknya mengisyaratkan ketauhidan dan persaksiannya, sementara jari-jari yang lain ia genggam.

Subhanalllah … Sungguh indah kematian seperti itu. Kita memohon semoga Allah subhanahu wa ta’ala menganugrahkan kita khusnul khatimah.

Saudara-saudara tercinta … kisah belum selesai…

Saudara Dhiya’ bertanya kepada salah seorang pamannya, apa yang ia lakukan semasa hidupnya? Tahukah anda apa jawabnya?

Apakah anda kira ia menghabiskan malamnya dengan berjalan-jalan di jalan raya?

Atau duduk di depan televisi untuk menyaksikan hal-hal yang terlarang? Atau ia tidur pulas hingga terluput mengerjakan shalat? Atau sedang meneguk khamr, narkoba dan rokok? Menurut anda apa yang telah ia kerjakan? Mengapa ia dapatkan husnul khatimah (insyaAllah –red) yang aku yakin bahwa saudara pembaca pun mengidam-ngidamkann ya; meninggal dengan mencium wangi surga.

Ayahnya berkata, “Ia selalu bangun dan melaksanakan shalat malam sesanggupnya. Ia juga membangunkan keluarga dan seisi rumah agar dapat melaksanakan shalat Shubuh berjama’ah. Ia gemar menghafal al-Qur’an dan termasuk salah seorang siswa yang berprestasi di SMU.”

Aku katakan, “Maha benar Allah” yang berfirman (yang artinya-red)

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Rabb kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): ‘Janganlah kamu takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’ Kamilah pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari (Rabb) Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Fhushilat:30- 32)

Diambil dari : Serial Kisah Teladan Karya Muhammad bin Shalih Al-Qahthani, sebagaimana yang dinukil dari Qishash wa ‘Ibar karya Doktor Khalid al-Jabir.

- 4 April 2009

Sumber :

Majalah elfata hal 65-67 edisi 06 volume 07 tahun 2007 dengan sedikit perubahan redaksi. Dalam :

Sofyan

http://jilbab.or.id/archives/491-dia-mencium-bau-surga/